Selasa, 18 Januari 2011

KARAENG PATTINGALLOANG (Raja Tallo Ke8/Mangkubumi Kerajaan Gowa)

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Masa kejayaan Kerajaan Gowa tidak terlepas dari peran yang dimainkan oleh Karaeng Patingalloang, Mangkubumi Kerajaan yang berkuasa 1639-1654. Nama lengkapnya adalah I Mangadicinna Daeng Sitaba Sultan Mahmud, putra Raja Tallo VII, Mallingkaang Daeng MaNyonri Karaeng Matowaya. Sewaktu Raja Tallo I Mappaijo Daeng Manyuru diangkat menjadi raja Tallo, usianya baru satu tahun. Karaeng Pattingalloang diangkat untuk menjalankan kekuasaannya sampai I Mappoijo cukup usia. Oleh karena itu dalam beberapa catatan disebutkan bahwa Karaeng Pattingalloang adalah Raja Gowa.

Karaeng Pattingalloang diangkat menjadi Mengkubumi Kerajaan Gowa-Tallo pada tahun 1639-1654, mendampingi Sultan Malikussaid, yang memerintah pada tahun 1639-1653. Karaeng Pattingalloang, dilantik menjadi Tumabbicara Butta Kerajaan pada hari Sabtu, tanggal 18 Juni 1639. Jabatan itu didapatkannya setelah ia menggantikan ayahnya Karaeng Matowaya sebagai Raja Tallo. Pada saat ia menjabat Mangkubumi, Karajaan Makassar telah menjadi sebuah kerajaan terkenal dan banyak mengundang perhatian negeri-negeri lainnya.

Karaeng Pattingalloang adalah putra Gowa yang kepandaiannya atau kecakapannya melebihi orang-orang Bugis Makassar pada umumnya. Dalam usia 18 tahun ia telah menguasai banyak bahasa, di antaranya bahasa Latin, Yunani, Itali, Perancis, Belanda,Portugis, Denmark, Arab, dan beberapa bahasa lainnya. Selain itu juga memperdalam ilmu falak. Pemerintah Belanda melalui wakil-wakilnya di Batavia di tahun 1652 menghadiahkan sebuah bola dunia (globe) yang khusus dibuat di negeri Belanda, yang diperkirakan harganya f 12.000. Beliau meninggal pada tanggal 17 September 1654 di Kampung Bontobiraeng. Sebelum meninggalnya ia telah mempersiapkan 500 buah kapal yang masing-masing dapat memuat 50 awak untuk menyerang VOC Belanda di Ambon.

Karaeng Pattingolloang adalah juga seorang pengusaha internasional, beliau bersama dengan Sultan Malikussaid berkongsi dengan pengusaha besar Pedero La Matta, Konsultan dagang Spanyol di Bandar Somba Opu, serta dengan seorang pelaut ulung Portugis yang bernama Fransisco Viera dengan Figheiro, untuk berdagang di dalam negeri. Karaeng Pattingalloang berhasil mengembangkan/meningkatkan perekonomian dan perdagangan Kerajaan Gowa. Di kota Raya Somba Opu, banyak diperdagangkan kain sutra, keramik Cina, kain katun India, kayu Cendana Timor, rempah-rempah Maluku, dan Intan Berlian Borneo.
 
Para pedagang-pedagang Eropa yang datang ke Makassar biasanya membawa buah tangan yang diberikan kepada para pembesar dan bangsawan-bangsawan di Kerajaan Gowa. Buah tangan itu kerap kali juga disesuaikan dengan pesan yang dititipkan ketika mereka kembali ke tempat asalnya. Karaeng Pattingalloang ketika diminta buah tangan apa yang diinginkannya, jawabnya adalah buku. Oleh karena itu tidak mengherankan jika Karaeng Pattingalloang memiliki banyak koleksi buku dari berbagai bahasa.

Karaeng Pattingalloang adalah sosok cendikiawan yang dimiliki oleh Kerajaan Makassar ketika itu. Karena begitu pedulinya terhadap ilmu pengetahuan sehingga seorang penyair berkebangsaan Belanda yang bernama Joost van den Vondel, sangat memuji kecendikiawannya dan membahasakannya dalam sebuah syair sebagai berikut:

Wiens aldoor snuffelende brein
Een gansche werelt valt te klein

Yang artinya sebagai berikut:

Orang yang pikirannya selalu dan terus menerus mencari sehingga seluruh dunia rasanya terlalu sempit baginya.

Karaeng Patingalloang tampil sebagai seorang cendekiawan dan negarawan Handal di masa lalu. Sebelum beliau meninggal dunia, beliau pernah berpesan untuk generasi yang ditinggalkan antara lain sebagai berikut:

Ada lima penyebab runtuhnya suatu kerajaan besar, yaitu:

1. Punna taenamo naero nipakainga Karaeng Mangguka,
2. Punna taenamo tumanggngaseng ri lalang Parasangnga,
3. Punna taenamo gau lompo ri lalang Parasanganga,
4. Punna angngallengasemmi soso Pabbicaraya, dan
5. Punna taenamo nakamaseyangi atanna Mangguka.

Yang artinya sebagai berikut :

1. Apabila raja yang memerintah tidak mau lagi dinasehati atau diperingati,
2. Apabila tidak ada lagi kaum cerdik cendikia di dalam negeri,
3. Apabila sudah terlampau banyak kasus-kasus di dalam negeri,
4. Apabila sudah banyak hakim dan pejabat kerajaan suka makan sogok, dan
5. Apabila raja yang memerintah tidak lagi menyayangi rakyatnya.

Sebuah Pesan yang Mampu menembus Ruang dan Waktu. Beliau wafat ketika ikut dalam barisan Sultan Hasanuddin melawan Belanda. Setelah wafatnya, ia kemudian mendapat sebutan Tumenanga ri Bonto Biraeng

Leang-Leang

Add caption
Leang-leang adalah kawasan yang terletak di Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, tidak jauh dari lokasi taman wisata air terjun Bantimurung. Leang-leang merupakan bagian dari ratusan gua prasejarah yang tersebar di perbukitan cadas (karst) Maros-Pangkep. Leang dalam bahasa Makassar berarti gua (Bahasa Indonesia: liang yang berarti lubang).

Tanda peradaban yang sangat tua tersimpan di Taman Prasejarah Leang-Leang. Bukan fosil purba, melainkan lukisan di dinding gua. Para arkeolog memperkirakan, lukisan-lukisan itu dibuat 5.000 tahun silam.

Obyek wisata prasejarah seperti Leang-leang jarang ditemui di dunia. Apalagi yang berada di kawasan karst luas. Gua-gua tersembunyi di antara batu-batu cadas yang menjulang dan kaya akan vegetasi serta biota. Lukisan dan peninggalan manusia prasejarah di Leang-leang memberikan petunjuk tentang peradaban mereka, peradaban nenek moyang manusia. Peninggalan arkeologis bercerita banyak hal.

Adalah Van Heekeren dan Miss Heeren Palm, dua arkeolog Belanda, yang menemukan gambar-gambar pada dinding gua (rock painting) di Gua Pettae dan Petta Kere, dua gua di Leang-leang, pada tahun 1950. Gambar-gambar itu dominan berwarna merah. Mereka terkesima terhadap peninggalan prasejarah itu dan segera merekonstruksi cerita di balik pembuatan gambar-gambar itu.

Gua Pettae menghadap ke barat. Tinggi mulut gua delapan meter dan lebar 12 meter. Peninggalan yang ditemukan pada gua ini adalah berupa lima gambar telapak tangan, satu gambar babi rusa meloncat dengan anak panah di dadanya, artefak serpih, bilah serta kulit kerang yang terdeposit pada mulut gua. Untuk mencapai gua ini wisatawan harus menaiki 26 anak tangga.

Sementara Gua Petta Kere berada 300 meter di sebelah Gua Pettae. Mulut gua menghadap ke barat. Terdapat teras pada mulut gua selebar satu atau dua meter yang berfungsi sebagai pelataran gua. Peninggalan yang ditemukan pada gua ini adalah dua gambar babi rusa, 27 gambar telapak tangan, alat serpih bilah, dan mata panah. Untuk mencapai gua ini wisatawan harus mendaki 64 anak tangga.

Gambar-gambar pada dinding gua dan alat-alat yang mereka tinggalkan menceritakan kehidupan sosial mereka, termasuk aktivitas dari kepercayaan yang mereka anut saat itu. Salah satu gambar telapak tangan diperkirakan sebagai cap telapak tangan milik salah satu anggota suku yang telah mengikuti ritual potong jari. Ritual itu dilakukan sebagai tanda berduka atas kematian orang terdekatnya.

Para arkeolog memperkirakan, gambar-gambar itu sudah berumur sekitar 5.000 tahun lebih. Gua-gua tersebut telah dihuni sekitar tahun 8000- 3000 sebelum Masehi. Gambar-gambar yang berwarna merah marum terbuat dari bahan pewarna alami yang dapat meresap kuat ke dalam pori-pori batu sehingga tidak bisa terhapus dan bertahan ribuan tahun.

Keberadaan gua-gua tersebut juga menceritakan pola migrasi manusia prasejarah dan lingkungan saat itu. Pulau Sulawesi merupakan daerah lintasan strategis dalam jalur migrasi penduduk dari daratan Asia ke Pasifik selatan. Gua-gua adalah satu-satunya tempat yang ideal untuk berlindung, baik sebagai tempat tinggal ataupun sekedar transit.

Sementara kulit-kulit kerang yang terdeposit di mulut gua menunjukkan, ketika manusia gua tinggal di tempat tersebut, permukaan air laut berada setinggi 80 meter dari daratan yang ada sekarang.

Pemandangan yang mengelilingi kawasan Leang-leang sangat indah. Yang paling terlihat adalah tebing-tebing curam yang menjulang tinggi. Tidak jauh dari tempat itu, perkebunan membentang dengan tanaman musiman. Pohon-pohon rindang menjadi pemandangan dominan. Hawa yang sejuk terpadukan dengan suara air sungai yang mengalir. Di lokasi ini terdapat empat gazebo yang bisa digunakan wisatawan untuk beristirahat.

Sumber : Kota Maros , Prov. Sulsel
Selamat Datang

HLM RENT mempunyai visi menjadi pilihan utama untuk menyewa kendaraan. Dan Misi Untuk memenuhi harapan anda dalam pengelolaan transportasi. HLM RENT adalah Penyewaan Kendaraan yang mempertemukan antara kualitas kendaraan sewa dan ragam pelayanan yang prima dengan harga yang kompetitif.

Melayani kebutuhan kendaraan operasional perusahaan atau perorangan, HLM RENT menyediakan layanan sewa jangka pendek(harian) dan jangka panjang (minimal 1 bulan) dengan berbagai ragam kendaraan dengan harga sewa yang dapat disesuaikan dengan anggaran, yang akan menjadi solusi untuk transportasi anda.

Sewa Kendaraan Jangka Pendek
(Short-term Rental)
Layanan sewa kendaraan untuk memenuhi kebutuhan transportasi harian yang fleksibel. Dengan pick-up, drop-off maupun chauffered service kebutuhan Anda akan transportasi yang nyaman, aman, dan handal dipastikan selalu terpenuhi.

Layanan pengemudi profesional yang dipilih melalui seleksi ketat, siap melayani Anda. Layanan ini akan membebaskan Anda dari masalah rekrutmen, penggajian, dan masalah mentalitas pengemudi yang tak jarang mengganggu kelancaran bisnis.
Benefit yang bisa dinikmati untuk efisiensi dan efektifitas transportasi Anda diantaranya :
  1. Fasilitas kendaraan pengganti memastikan kelancaran aktivitas dengan meminimalisasi inefisiensi tidak tersedianya kendaraan akibat kerusakan maupun perawatan kendaraan.
  2. Perawatan berkala berstandar TOYOTA memastikan kendaraan operasional Anda senantiasa dalam kondisi prima, ditangani mekanik terlatih yang melalui pelatihan berjenjang.
  3. Layanan 24-Hour Customer Assistance Center memastikan solusi bagi masalah Anda, tak dibatasi oleh waktu.
  4. Layanan Reservation Call Center memberi Anda kemudahan dan kenyamanan akses dalam melakukan reservasi kendaraan.